Embun Tanpa Warna (Part 3)
Jam di tangan Tia menunjukkan pukul 1 lewat 45 menit. Berarti udah setengah jam Tia duduk disana. Belum lagi sinar mat...

https://downestblog.blogspot.com/2013/02/embun-tanpa-warna-part-3.html
Jam di
tangan Tia menunjukkan pukul 1 lewat 45 menit. Berarti udah setengah jam Tia
duduk disana. Belum lagi sinar matahari yang benar benar menusuk kulit.
Tia duduk
bukan tanpa maksud. Dia menunggu. Menunggu siswa paling berpengaruh di sekolah
itu. Menunggu si Ketua OSIS yang sering ngaret.
Dan Tia cuma bisa sabar. Seharusnya gue
udah bisa tidur siang ni. Batin Tia dalam hati.
Akhirnya
Dhani datang dengan nafas yang tergesa-gesa. Tia cuma diam saja.
“Sori banget
ti. Aku ada latihan basket mendadak. Aku lupa bilang ke kamu. Kita latihan
sekarang ya?” Cerocos Dhani. Keringatnya masih bercucuran. Jersey basket yang digunakannya tampak seperti habis dicuci.
“Iya. No
problem.” Jawab Tia singkat.
“Kamu nggak
marah kan?” Tanya Dhani lagi.
“Marah
engga. Kesel iya. Bosen juga. Lapar.” Jawab Tia asal ceplos.
“Maaf deeh.
Yaudah kita latihan sekarang ya?” tawar Dhani. Dan Tia hanya bisa pasrah.
Tia
mengikuti Dhani melangkah ke ruang OSIS.
“Kita bawain
lagunya Lady Antebellum kak?” Tanya Tia
“Yep. Itu
lagunya ga susah susah amat kok. Pianonya juga ga susah. Asik lah. Emang kamu
ada rekomendasi lagu lain?” Tanya Dhani.
“I think so
far, no. I like that song.” Jawab tia.
“Yaudah.
Kamu siap siap di piano ya. Jadi ntar kamu main piano sambil nyanyi. Aku main
gitar juga sambil nyanyi. Gimana?”
“Terserah
kakak aja. Gimana baiknya.” Jawab Tia.
“Yuk mulai”
Lying here with you so close to me
It’s hard to fight these feelings when it feels so hard
to breath
Caught up in this moment
Caught up in your smile
Never looking back to anyone
So hard to hold back when I’m holding you in my arms
We don’t need to rush this
Let’s just take it slow
Just a kiss on your lips in the moonlight
Just to touch of the fire burning so bright
No I don’t wanna mess these things up
I don’t wanna push too far
Just a shot in the dark that you just might
Be the one I’ve been waiting for my whole life
So baby I’m alright, with just a kiss goodnight
I know that if we give this a little time
It’ll
only bring us closer to the love we wanna find
It’s
never felt so real
Yeah
it’s never felt so right
No I
don’t want to say goodnight
I
know it’s time to leave, but you’ll be in my dreams
Tonight…
Lagu itu
berakhir sempurna.
“cepet
banget kamu belajar. Semalaman kamu udah bisa main lagu itu persis kaya
aslinya.” Puji Dhani.
Tia
tersenyum. “Terima kasih, kak. Latihannya udah selesai kan kak? Tia pamit
pulang ya. Soalnya Tia harus les lagi.”
“Oh oke
nggak apa-apa. Besok kita latihan lagi ya. Aku janji besok nggak telat.”
“Oke kak. Permisi.”
Jawab Tia lalu berbalik. Dhani tersenyum.
*********************************************************************
Hari
beranjak sore ketika Dhani memutuskan untuk membeli kue di toko roti
langganannya. Sebuah toko roti bergaya modern yang mempunyai tempat seperti café
untuk menjamu pelanggan yang ingin menikmati roti-roti mereka di tempat.
Dengan langkah gontai Dhani melangkahkan
kakinya. Matanya tertuju pada roti isi keju yang membuat perutnya berdemo.
Latihan basket membuatnya benar benar membutuhkan ganjalan perut sebelum nasi. Karena
dia yakin, nasi saja tak akan cukup untuk memberi makan cacing-cacing di
perutnya.
Dhani hendak
mengambil roti itu. Hingga dia sadar ada sesuatu yang tak asing yang barusan
dia liat sepintas.
Itu kan Tia. Batinnya dalam hati.
Melihat Tia
tertawa bahagia bersama seorang laki-laki yang duduk didepannya, membuat nafsu
makannya hilang. Mendadak dia menjadi emosi.
Jadi, Dhani
memilih untuk meninggalkan tempat itu sebelum Tia tau Dhani ada disana.